Jumat, 14 September 2012

Bukan dia, tapi DIA...


A: “Besok yah…”
B: “Siiippp… Alhamdulillah…”
A: “Aduh lupa…. Besok aja yah…”
B: “Hooo…. Baiklah,… besok yahhh”
A: “Hmmm… belum euy lupa…..”
B: “Okay….”
A: “Belum nih…. Sibuk…”
B: “Ohhhh….”

Harapan adalah energi besar bagi manusia. Ia akan mampu membuat manusia bisa terbang hingga langit tertinggi. Ia bisa menjadikan semut berkekuatan layaknya gajah. Ia mengubah seorang fakir seolah jutawan. Ia mengganti air mata dengan senyuman. Ia menenangkan hati yang gelisah. Ia membuka jalan yang tertutup.

Yahh itulah, HARAPAN. Sebuah energi hebat. Ia adalah turunan dari cinta. Dan kita semua tahu, betapa dahsyatnya CINTA. Sekedar mengingatkan betapa kuatnya CINTA, aku kutip kembali tulisan Ust. Anis Mata dibuku serial CINTA-nya,

“Seperti banjir menderas. Kau tak kuasa mencegahnya. Kau hanya bisa ternganga ketika ia meluapi sungai-sungai, menjamah seluruh permukaan bumi, menyeret semua benda angkuh yang bertahan di hadapannya. Dalam sekejap ia menguasai bumi dan merengkuhnya dalam kelembutannya. Setelah itu ia kembali tenang: seperti seekor harimau kenyang yang terlelap tenang. Demikianlah cinta. Ia ditakdirkan jadi makna paling santun yang menyimpan kekuasaan besar.”

Amazing sekali bukan? Maka, wajar jika turunannya yang berupa HARAPAN pun mampu memberikan kekuatan besar pada manusia. Karenanya, manusia harus memiliki harapan untuk bisa melanjutkan hidup.

Segala sesuatu yang besar, haruslah disandarkan pada yang besar pula. Kita tidak mungkin menyandarkan sepeda motor pada pagar kayu yang rapuh. Pagarnya bisa ambruk disenderin motor dan akibatnya motor kita bisa rusak karena “ngegudubrak”. Minimal pagar besi atau pagar tembok, baru motornya bisa nyender dengan tumaninah ^_^

Begitu pun HARAPAN.
Energinya yang luar biasa haruslah disandarkan pada sesuatu yang lebih luar biasa lagi. Agar dia bisa ajeg tersandar dengan aman dan nyaman. 

Hari ini, aku belajar hal besar soal harapan. Hal besar dari suatu yang ‘kecil’.
Percakapan diatas adalah percakapan yang menggambarkan betapa sulitnya menyandarkan sebuah harapan pada manusia. Karena manusia itu pelupa… karena manusia itu sering lalai... karena manusia itu bisa jadi berkhianat… karena manusia itu terkadang tak jujur. Dan banyak alasan kelemahan manusia yang seharusnya membuat kita berhati-hati dan tidak sekali-kali menggantungkan harapan pada yang manusia.

Cuma, yaaaa gitu deh… ada suatu waktu dimana tekanan terasa begitu menghimpit, lalu hati yang lalai ini pun mulai condong kepada manusia. Bahkan kadang, hati menggantungkan harapan sepenuhnya pada manusia. Lupa berdoa dan terlalu yakin manusia bisa memenuhi apa yang dibutuhkan.
Astaghfirullah…

Karena Allah sayang, Dia pun menegurku hari ini. Dia menghantam hatiku hingga tersungkur. Dia seolah membelai kepalaku dan berkata, 
“Berhentilah berharap padanya, ada Aku disini. Apa kau lupa? Mau sampai kapan terluka? Mau sampai kapan terjatuh? Sudah hentikan, dan lihatlah Aku dekat denganmu. Apa kau meragukan-Ku bisa membantu?”

Aku pun hanya bisa tergugu. Haru dan malu….
Sejak awal, aku melupakan-Nya. Berharap penuh pada manusia-manusia yang tak bisa dipegang janjinya. Merengek pada mereka yang serba terbatas.
Hiksss… ya aku maluu… dan dengan menunduk dalam, aku pun memohon maaf pada-Nya….
Hingga kudapatkan kembali kekuatan dari satu keyakinan, dan kukatakan dengan lantang pada diriku sendiri,
“Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi Allah pasti akan mengulurkan tangan-Nya. Aku akan segera menyaksikan keajaiban itu, tak lama lagi..”

Maka, kutenangkan hatiku… dan tak perlu menunggu hitungan hari. Hanya hitungan jam saja, aksi-Nya mulai terlihat. Orang-orang pengganti yang tak disangka bermunculan. Memberikan bantuan tanpa diminta. Aku pun hanya bisa ternganga, kalimah tasbih-lah yang pertama terucap,
Subhanallah… Maha Suci Engkau, Ya Allah... Aku memang tak layak meragukan-Mu sedikit pun.

Kini, tinggal menanti hari pengeksekusian.  
Aku yakin, inilah jalan dakwah yang indah. Berbalut air mata dan luka…. Namun, Dia tak akan membiarkanku sendirian… tangan-Nya yang hangat siap membasuh air mata yang mengalir dan mengobati kaki yang terluka.

“Dan kutahu, tangan-Mu akan terhulur pada saat yang tepat. Kau inginkan aku menjadi kuat, maka tak mungkin Kau biarkan aku hanya sekedar bersenang-senang. Aku harus dilatih untuk menjadi pribadi tangguh. Aku harus diuji untuk menjadi seseorang yang istiqamah. Aku tahu itu… dan aku tak akan meminta untuk dimudahkan, aku hanya meminta…. Kuatkan. Itu saja

Menikmati tahapan menuju-Nya
Yaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bacaan Populer